Kamis, 05 April 2012

Menara Air: Awalnya Milik Belanda, Kini?

copast dari blog ketua Sahabat Ilmu Jambi yaitu kak bella maulina yang melakukan perjalanan di pagi hari menuju tempat yang bersejarah di jambi. cerita pengalaman ini di harapkan agar pemuda pemudi jambi kelak akan dengan bangganya membawa nama jambi ke penjuru dunia. berikut ini adalah salah satu tempat bersejarah di jambi. cheks this out !!


Menara Air: Awalnya Milik Belanda, Kini?

Perjalanan minggu pagi itu (11/03/2012) membawa saya, Kak Ruth, Ein, Lova, Mas Kelik, Mas Pras, Kak Eko, Rizki, dan Mas Hanif memiliki pengalaman baru dalam sejarah tur. Minggu pagi biasanya diisi dengan menonton televisi, bangun tidur yang agak molor, atau bahkan membereskan kamar. Rutinitas itu pun berubah seketika pada minggu lalu, piknik dengan berjalan kaki sambil mengenal Jambi dari sudut-sudut kecilnya menjadi kenangan tersendiri bagi peserta tur pertama Jambi Punyo Crito. Alhasil setelah selesai tur, 11 Maret merupakan awal kebersamaan orang-orang pecinta jalan-jalan .
Kami melewati berbagai kehidupan pagi itu. Setelah berkunjung ke dua tempat tur, Monumen Pelajar Pejuang/Tentara Pelajar Sriwijaya dan Mesjid Agung Al-Falah, kami beranjak ke Menara Air PDAM yang terletak di samping SD N Al-Falah. Setelah disuguhi dengan beragam aktivitas di kawasan Simpang Mangga, Simpang Bata, dan Pasar Angso Duo, kami pun menginjakkan kaki di tempat tadi. Dalam benak saya sebelumnya, menara air ini bukanlah sesuatu yang unik. Namun pepatah tak kenal maka tak sayang tampaknya benar. Justru menara ini punya kisah yang membuatnya unik.
Saat matahari pagi beranjak naik, beberapa manusia memulai aktivitasnya. Entah sebagai pekerja di seputaran pasar, satpam, tukang ojek, hingga petugas di menara air kami temui. Kami pun termasuk masyarakat Jambi yang juga memiliki aktivitas yang nggak biasa pagi itu. Jalan kaki dalam mengenal Jambi pun berhenti di menara air. Disana kami bertemu dengan seorang satpam dan petugas operator PDAM di bagian belakangnya. Sayangnya tidak satupun dari kami yang ingat nama dua lelaki itu. Dan untungnya, saya lebih dahulu survey ke tempat ini beberapa waktu sebelumnya.
Bersama teman-teman tur, saya menceritakan kembali informasi yang saya dapatkan dari Pak Edi dan Pak Imam, dua petugas operator yang kebagian shift siang dalam menjaga sirkulasi PDAM ini. Ternyata ada beberapa fakta mengejutkan bagi saya dan teman-teman yang tidak diketahui sebelumnya. Ya, menara air ini dulunya dibangun oleh penjajah dari negara kincir air, Belanda. Kokohnya bangunan milik Belanda sejak zaman penjajahan ini terbukti hingga saat ini. Meski tidak dicat ulang oleh pemerintah Jambi, namun kemegahan berdirinya menara air menunjukkan bahwa dulunya ia memiliki arti penting bagi pemerintahan Belanda.
Makna tersebut terekam dalam dua hal.  Belanda menggunakan menara air ini sebagai benteng dimana mereka dapat memata-matai musuh dari ketinggian mencapai 100 m yang melewati Sungai Batanghari. Ketika anda berdiri di lantai paling atas menara air tersebut, Jambi pun terlihat jelas dari berbagai arah, bahkan hingga daerah Simpang Kawat dan daerah pedalaman Seberang terlihat dari atas menara ini. Fungsi kedua adalah mengaliri air hujan ke rumah-rumah penduduk yang saat itu mendiami Jambi. Hingga sekarang pun, menara air ini mengaliri air ke rumah penduduk yang berada di kawasan Pasar dan Jambi Timur. Untuk hal pertama, di sepanjang daerah ini memang dulunya dikuasai Belanda. Sebuah benteng megah pernah berdiri di Mesjid Agung Al-Falah, sepanjang jalur Museum Perjuangan Rakyat Jambi hingga SMP N 1 Jambi adalah bukti dimana kekuasaan Belanda pernah bernaung di bumi pinang ini.
Menara air ini juga menyimpan sejuta misteri. Pak Edi mencontohkan, penampakan ‘sesuatu’ sering terjadi di dalam menara air tersebut. “Menara air yang tinggi yang berada di tengah dan diapit dua bangunan ini meyimpan kisah misteri. Kalo ndak kuat naik hinggo ke atas, jangan naik. Kalo idak, kepala bakal pusing. Selain itu, soal penampakan yang misterius jangan lagi ditanya. Sering nian ‘liat sesuatu’ di menara itu,” kata Pak Edi yang juga memberi tahu saya soal dahulu kala terdapat makam Putri Ayu di sekitar area menara air ini.
Teman-teman yang mendengarkan ini cukup antusias. Terlebih lagi ketika saya mengkroscek informasi kepada Kak Ruth dan Kak Eko yang sengaja mengelabui bahwa mereka pernah naik ke atas menara, dan itu sangat mustahil dilakukan. Selain kita harus memiliki izin dari pihak PDAM dan kunci untuk membuka menara, kita juga harus siap mental. Menara air ini jika dilihat dari luar memang terlihat seram. Ia tidak dicat, dan bahka banyak bagian yang menurut saya perlu perawatan serius dari pemerintah. Wajar ketika orang ingin menaiki menara ini dia harus siap mental, pikir saya.
Sayangnya bangunan Belanda ini tampak kurang terawat dibandingkan beberapa bangunan lain yang bercat biru. Bangunan PDAM berwarna biru tersebut menurut Pak Edi merupakan bangunan baru, ia dibangun sejak 1980-an. Warna cat biru pun mudah diaplikasikan di beberapa bangunan itu, tidak seperti menara air Belanda yang agak rumit. Sepintas menara air milik Belanda ini bentuknya sama dengan menara air di Jelutung, namun perbedaannya adalah menara air di Jelutung dicat oleh sponsor operator seluler, sedangkan menara air di daerah Putri Ayu ini dibiarkan catnya mengelupas begitu saja. Tidak dicat ulang, tidak memiliki sponsor, dan terkesan menyeramkan.
“Untuk ngecat ulang menara disini butuh biaya yang banyak, Mbak. Bentuknya juga lebih rumit daripada yang di Jelutung. Wajar saja kalau operator seluler berkeinginan mengecat menara air disana, karena desain bangunannya nggak rumit seperti milik peninggalan Belanda ini,” tuturnya. Ya, semoga saja peninggalan Belanda ini masih kuat untuk beberapa tahun ke depan dengan atau tanpa dicat oleh sponsor atau pemerintah Jambi. Yang tidak diinginkan adalah, anak muda akan seolah-olah apatis terhadap bangunan yang justru dahulunya memiliki sejarah ini. Sejarah yang menunjukkan bahwa upacara bendera kemerdekaan RI pertama kali di Jambi, 17 Agustus 1945, justru diadakan di sepanjang menara air dan Museum Perjuangan Rakyat Jambi ini. Oh, jangan sampai keapatisan itu terjadi bukan? (Bella Moulina)

Menara Air PDAM di samping SD N Al-Falah

0 komentar:

Posting Komentar